Kendati tak pernah belajar akting secara
formal, jalan hidup Andi Arsyil (25) menuntunnya menja-di seorang
bintang. Sejak berperan sebagai Robby di sinetron Tukang Bubur Naik
Haji, parasnya kian akrab di benak
pemirsa teve. Ternyata, pria yang mengaku pemalu ini mengawali karier di
dunia hiburan lantaran rayuan seorang teman untuk ikut lomba modelling
di Makassar.
Tak pernah terbayang bila dunia hiburan kini
justru menjadi ladang saya mencari rezeki. Pasalnya, saya termasuk
pemalu saat harus tampil di muka umum. Apalagi di masa sekolah dulu saya
termasuk siswa yang getol memburu rangking pertama. Jadi, kerjanya
belajar melulu. Saya juga sering dikirim mewakili sekolah ke berbagai
lomba yang berkaitan dengjn bidang akademis. Saat kelas 1 SMU, misalnya,
saya ikut Olimpiade Fisika se-Makassar dan berhasil jadi juara ketiga
kategori The Most Creative Student.
Di sekolah, saya pun sibuk
dengan berbagai kegiatan dan organisasi. Selain OSIS (Organisasi Siswa
Intra Sekolah), saya juga aktif di Rohis (Rohani dan Islam), berbagai
kegiatan olahraga, dan lainnya. Nah, jika sedang ada waktu luang, saya
menghabiskannya dengan membaca buku. Pokoknya benar-benar kutu buku,
deh! Ha ha ha..
Namun saat menginjak kelas 3 SMU, rasa bosan
mulai melanda. Saya mulai ingin melakukan kegiatan baru. Kebetulan,
salah seorang sahabat senang mengikuti berbagai ajang modelling di
Makassar, la lalu mengajak saya. Mulanya saya menolak. Saya pikir, dunia
entertainment bukan dunia saya. Tapi, kemudian saya penasaran ingin
mencoba. Hasilnya, di tahun 2007 saya berhasil menjuarai lomba
modelling dan didapuk jadi duta beberapa merek. Setahun kemudian, saya
meraih juara satu Pemilihan Dara dan Daeng Makassar.
Saya juga
menjadi Duta Pariwisata Kota Makassar. Pernah pula saya ikut lomba di
Jakarta mewakili Makassar dan meraih gelar The Best Intelegensia.
Alhamdulillah, sejak mengikuti berbagai lomba itu, rasa percaya diri
saya semakin kuat dan jadi lebih luwes bicara di depan banyak orang.
Kerpincut Syuting
Ingin terus berkembang di dunia hiburan, saya kemudian mengikuti
ajang model di sebuah majalah remaja. Dari situ, mulai banyak tawaran
akting mampir kepada saya. Salah satunya sinetron Ngaca Dong yang tayang
di Trans TV. Di sinetron itu saya beradu peran dengan Catherine
Wilson. Lantaran saat itu saya masih kuliah dan bekerja di kampung
halaman, jadilah saya bolak-balik Jakarta-Makassar.
Kiprah saya
selanjutnya yang kemudian melambungkan nama saya adalah saat terlibat
di film layar lebar Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Untuk bisa bermain di
film yang kisahnya diangkat dari novel karya Habiburrahman El-Shirazy
ini tentu bukan perkara mudah. Saat audisi saya harus bersaing dengan
ribuan orang, beberapa di antaranya malah sudah terkenal.
Lucunya, saat pertama kali datang audisi, banyak yang tak percaya saya
seorang muslim. Maklum mata saya, kan, terlihat sipit dan kulit saya
putih, ha ha ha... Di luar dugaan, saya lolos audisi dan dipercaya
berperan sebagai Furqon. Buat saya, tokoh ini istimewa karena mengalami
gejolak emosi yang cukup besar dalam cerita film.
Hingga kini
film layar lebar yang saya bintangi baru KCB (2009) dan KCB 2 (2009).
Saya bersyukur bisa terlibat dalam karya yang banyak diminati masyarakat
Indonesia. Selain layar lebar, karier saya juga merambah ke layar
kaca. Setelah rampung syuting serial televisi KCB, saya membintangi
sinetron Dari Sujud ke Sujud (2011) dan Tukang Bubur Naik Haji (2012).
Menjalani syuting setiap hari seolah jadi rutinitas yang sulit
dilepaskan dari hidup saya kini. Saya sangat betah dan paling suka
suasana di lokasi. Kalau sudah terlalu lama tidak syuting, rasanya ada
yang kurang. Mungkin hati saya sudah terpincut, ya, dengan kegiatan ini.
Beruntung, orangtua mendukung seluruh kegiatan yang saya pilih. Hanya
satu pesan mereka ketika saya masuk ke dunia hiburan, yakni jangan
sampai saya merusak diri. Saya harus tetap menjadi diri sendiri dan
jangan mau diberi pengaruh buruk oleh lingkungan.
Motivator Muda
Selama terjun ke dunia keartisan, dunia keagamaan tak pernah saya
tinggalkan. Awalnya saya rajin mengisi khotbah di masjid-masjid.
Lantaran saya bukan lulusan pesantren, saya menghindari memberikan
khotbah yang membahas ayat-ayat Al-Quran. Biasanya saya ambil intisari
dari sebuah ayat dan memadukannya dengan hadis dan ilmu.
Eh,
lama-kelamaan banyak yang mengundang saya jadi motivator. Saya kemudian
mengisi seminar di berbagai sekolah hingga perusahaan. Bahkan sampai ke
Taiwan, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Pe-serta seminar saya pun
beragam, kebanyakan usianya sudah lebih tua ketimbang saya. Bukannya
menyepelekan, mereka justru sangat menghormati saya.
Kebanyakan
materi yang saya sampaikan juga berasal dari pengalaman pribadi. Salah
satunya, saya membuat materi berjudul Mapping Life yang berisi cara
memetakan diri agar kita menjadi pribadi yang lebih berkualitas. Dan
yang namanya rezeki memang tak ke mana. Seusai memberikan materi ini ke
sebuah perusahaan asuransi, saya malah ditawari jadi konsultan mereka.
Dengan semangat berbagi pula, saya tuangkan pengalaman hidup saya ke
dalam buku. Hingga kini, sudah ada tiga buku yang saya lahirkan. Yang
pertama, Life is Miracle (2010), buah karya perdana saya dengan dua
penulis lain, Anneke Putri dan Ahmad Faris. Buku ini memuat 45 kisah
inspiratif yang dapat memotivasi seseorang untuk berbuat lebih baik dan
berpikir positif.
Buku kedua, Eurade - Anda dan Setiap Manusia
adalah Keajaiban (2011) merupakah hasil karya yang saya rampungkan
sendiri selama dua tahun. Dalam buku ini saya meracik sains, filosofi,
kaidah kehidupan, dan nilai-nilai ketuhanan. Saya tegaskan pula, setiap
manusia me-miliki keajaibannya masing-masing.
Buku ketiga, Hope
- Desire, Dream, and Destiny (2012), saya luncurkan tahun lalu.
Rencananya, setiap tahun saya memang ingin menelurkan satu buku.
Mudah-mudahan karya yang lain segera menyusul.
(NOVA, 1318, 27 Mei-2 Juni 2013)
No comments:
Post a Comment