Saturday, June 22, 2013

Mega (Pemeran Atika di Sinetron Tukang /bubur Naik Haji): INGIN PERAN USTAZAH

Daya tarik sinetron Tukang Bubur Naik Haji (TBNH) salah satunya ada pada tokoh Atikah yang diperankan oleh fi-nalis Putri Indonesia 2001 ini. Lantas, se-lebay apakah Mega Aulia?

Ketika ditawari peran Atikah, Mega Aulia (30) tak punya bpretensi sinetron TBNH bakal meledak. Bahkan saat di-casting rumah produksi Sinemart, Mega belum tahu akan bermain di sinetron apa. "Casting-nya biasa saja. Disuruh akting dan mengisi biodata, dua minggu kemudian dipanggil," kata Mega yang baru pertama kali bekerja sama dengan Sinemart.

Sodoran tokoh Atikah sebagai janda kembang centil dan ganjen pun diterima Mega dengan senang hati. Menurut Mega, tawaran peran itu pasti sudah melalui perhitungan dan sesuai potensinya. Menjadi wanita ganjen dan centil, buat Mega bukan persoalan sulit. "Sebelumnya peranku beragam banget. Aku per-nah main di sinetron laga, misteri, tema dangdut, hingga legenda. Se-ringnya, sih, dapat peran antagonis. Jahat, nyebelin, dan jutek (judes)," tutur Mega. "Observasi untuk wani-ta ganjen gampang, banyak ada di lingkungan kita."

Menjadi Atikah yang suka pada lelaki berduit juga tak jadi masalah buat Mega. Toh menurutnya, setiap wanita pasti ada sisi materialistisnya. "Tinggal digali dan dikeluarkan saja biar kelihatan. Dibantu gesture saja. Kata orang, sih, aku dapat banget jadi Atikah," lanjut wani­ta yang parasnya mirip pedangdut lis Dahlia ini.

Bukti keberhasilan akting Mega, khalayak lebih mengenal dan menyapanya sebagai Atikah dibanding namanya sendiri. "Ada yang bilang, 'Lha, di teve ganjen banget, kok, di sini diem aja'. Namanya juga akting. Ada juga yang bilang, 'Atikah warisannya udah cair belom? Bagi dong!' Ha ha ha," ujar Mega yang mengaku aslinya memang agak judes. "Mega judes kalau ada yang galak. Demi harga diri, Mega akan melawan kalau dimarahi. Misalnya, Mega telat (ke lokasi syuting) lalu dimara­hi, kalau kesalahannya bukan ada di Mega, ya, Mega akan balas marah. Tapi kalau sebaliknya, ya, Mega minta maaf, dong."

Istilah Trademark

Sejauh ini, Mega melihat penonton TBNH tak ada yang membenci peran Atikah, malah cenderung menyukai. Sebab, walaupun tokoh itu menyebalkan, penonton lebih meli­hat sisi komedinya. "Soalnya Atikah bukan antagonis yang kejam, tapi lucu dan lebay," kata Mega yang kerap terbawa ke-lebay-an Atikah di kehidupannya. "Kadang teman bi­lang, aku Atikah banget saat sedang lebay. Ha ha ha."

Untuk menjadi wanita lebay, Mega punya istilah yang diciptakan sendiri dan kemudian menjadi tra­demark Atikah. Seperti, "Helloow", Whaaat", dan "Ayang Papi". "Tadinya 'Ayang Papi' merupakan improvisasi yang dibuat sendiri, tapi lama-lama di skenario ditulis juga," ujar Mega yang sudah bermain lebih dari 600 episode TBNH.

Atas keberhasilan sinetron ini, Mega lantas dikontrak eksklusif oleh Sinemart. "Sebetulnya ada yang menawari aku jadi presenter, tapi enggak bisa. Takut mengganggu jadwalku di TBNH. Aku syuting di sini hampir setiap hari."

Selama syuting TBNH, Mega mengaku ada adegan berkesan saat Atikah melahirkan anak keduanya. Adegan itu dilakukan di area perkemahan Cibubur, di dalam mobil, malam hari, dan hujan. "Capek ba­nget dan seru. Aku harus ngeden, teriak, dan nangis. Adegan melahirkannya dari jam 22.00 sampai menjelang subuh. Badan juga jadi ba-sah, karena hujannya pakai selang dari mobil pemadam kebakaran," ceritanya.

Walaupun belum memiliki anak, adegan itu dilakoni Mega layaknya hal nyata. "Aku suka, banyak yang memuji scene itu dan ada yang ikut menangis menontonnya," imbuh Mega yang mengaku tak pernah jenuh menjadi Atikah. la pernah beberapa hari libur syuting, namun Mega justru rindu suasana dan candaan di lokasi syuting.

Tolak Tampil Vulgar

Karier wanita kelahiran Banten 9 November 1983 ini berawal dari pemilihan Putri Indonesia 2001. la wakil dari Provinsi Banten. Saat mengikuti ajang itu, Mega masih berusia 18 tahun. la berhasil masuk 10 besar, namun kala itu pemenangnya Angelina Sondakh.

Setelah itu Mega langsung mendapat tawaran sinetron dari rumah produksi Diwangkara. Sinetron perdananya, Opera SMU, dan Mega mendapat lawan main Tamara Bleszynski. "Aku ceritanya jadi teman Ta­mara. Wah, akting pertama gugup banget, apalagi berhadapan de­ngan nama besar Tamara," ungkap-nya. Untunglah, Tamara mau membantu mengarahkan Mega. "Mbak Tamara baik banget. Aku sangat terkesan. Hingga sekarang kami masih berhubungan," tutur Mega.

Mega kecil sebetulnya bercita-cita menjadi penyanyi. la dulu aktif di paduan suara sekolah dan sering tampil di acara-acara ulang tahun. "Dulu, waktu aku TK sampai SD, sering diundang ke acara ulang tahun, padahal aku enggak kenal yang ulang tahunnya. Di acara itu aku cuma disuruh menyanyi dan di-beri hadiah. Tapi aku senang," kata Mega yang kini justru tak pede dengan suaranya.

"Tambah besar, suaraku tambah hancur. Enggak terpikir lagi, deh jadi penyanyi. Kata temen, jangankan menyanyi, ngomong saja sember," sebut Mega yang belum lama ini juga pernah ditawari menyanyi, namun terpaksa ditampiknya.

Akting, bagi Mega, adalah hobi dan pekerjaan yang menyenangkan. Setiap peran ingin dicobanya asalkan tak vulgar atau beradegan merokok. Setelah sekitar 10 tahun" berkecimpung di dunia peran dan mencoba berbagai karakter, Mega mengaku tertarik berperan menjadi ustazah. "Who knows? Aku ngincer banget peran itu," kata Mega yang lulusan pesantren ini. "Di setiap adegan mengaji, aku melakukannya dengan real," sambung Mega yang punya keinginan membuka usaha salon dan butik.

Bicara tentang pribadi, Mega mengaku sudah menikah, tapi enggan mengungkap jati diri sang suami. "Suami tak suka dipublikasi. Dia pengusaha di bidang otomotif dan pembalap," jawab Mega. Suami pun mendukung karier Mega. "Dia maklum dengan waktuku yang banyak tersita di lokasi syuting. Sama seperti aku, dia juga sering pulang malam dan sampai rumah kami su­dah capek. Kami sama-sama worka­holic," tutup Mega.

(NOVA, Edisi 1321, 17-23 Juni 2013)

Tuesday, June 4, 2013

Andi Arsyil (Pemeran Sinetron Tukang Bubur Naik Haji) - "KADANG-KADANG MALU JUGA...!"

Barangkali sedikit jumlahnya artis yang punya dua gelar sarjana Strata 1 - Sarjana Ekonomi dan Tehnik - yang disandangnya. Andi Arsyil Rahman Putra, 26 th, salah satunya. Pemeran Robby di sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series, memang bukan orang baru di dunia sinetron. Sejak sinetron pertamanya Ngaca Dong, kariernya di dunia acting terus berlanjut.

Dua film layar lebar [Ketika Cinta Bertasbih dan Ketika Cinta Bertasbih -2 (2009) telah dibintangi. Sementara di sinetron dia juga telah membintangi beberapa judul, di antaranya : Ketika Cinta Bertasbih Spesial Ramadhan, Ketika Cinta Bertasbih Meraih Ridho Illahi, Dari Sujud ke Sujud dan Tukang Bubur Naik Haji The Series.

Diakui atau tidak, perannya sebagai Robby di Tukang Bubur Naik Haji The Series-Iah, sosok Andi Arsyil jadi pembicaraan. Anak kelima dari tujuh bersaudara, putra pasangan Prof.Dr.Ir.H. Andi Rahman Mappangaja M.S dan Ir.Yusnidar Yusuf ini, kini jadi idaman kaum hawa. Itulah perubahan yang terjadi setelah sukses memerankan Robby itu.

"Mereka sekarang panggil-panggil : Robi, Robi. Yang dulu manggil Andi, sekarang.... Kenalnya Robi. Ya, seru aja. Artinya, dikenal orang kan satu kenikmatan juga. Menyambung silaturahmi, gitu kan ?. Selain itu, terkadang ada dari mereka itu yang minta foto bersama. Kadang-kadang malu juga diliatin banyak orang, tapi ya sudahlah. Bikin orang seneng kan ibadah," tutur Andi, yang masih sempat pergi ke mall dan nonton bersama teman-temannya.

"Aku memang hobbi nonton. Buat aku, banyak nonton adalah sebuah keharusan. Ini penting dan peru, untuk menambah wawasan. Karena bagi saya, seorang actor yang baik adalah seorang penonton yang baik.," kata Andi.

Tapi Andi mengaku menyempatkan diri menulis buku. Setiap tahun dia menulis satu buku. Sekarang ini sudah ada 3 buku, diantaranya "Life is Miracle" (2010), "Eurecle !" (2011) - se-muanya bertema The Way of Live.

Sukses sebagai pengusaha, menimba ilmu, penulis buku, motivator dan bintang sirtetron,namun dia tidak lantas jumawa atau sombong, "Bapak dan Ibu saya kalau bicara, selalu mengingatkan saya untuk bersikap sederhana dan jangan berlebihan. Selain itu, kita harus pinter menahan diri. Rasulullah mengatakan, bahwa musuh yang sebenarnya adalah bukan orang lain, tapi dirimu sendiri. Yaitu nafsu," urai Andi, yang merasa senang bisa menghibur masyarakat lewat perannya di sinetron.

Mengenai gosipnya dengan Citra Kirana, Andi hanya senyum-senyum. "Yah., nggak apa-apa lah. Sudah resiko pekerjaan. Kan semuanya ada resiko dan konsekuensi. Di dunia entertain, ada hal yang seperti itu. Saya sih nggak terlalu ambil pusing , selama itu tidak terlalu berlebihan. Masih dalam koridor yang aman, masih wajar," pungkas Andi, yang sampai kini belum tahu, apa-kah hubungannya Citra Kirana berlanjut lebih serius. "Sampai sekarang, saya masih anggap Citra teman biasa," begitu katanya.

(Bintang Film, Edisi 21, Mei 2013)


Andi Arsyil (Pemeran Sinetron Tukang Bubur Naik Haji) - TAK ADA WAKTU UNTUK MENGELUH

Kendati tak pernah belajar akting secara formal, jalan hidup Andi Arsyil (25) menuntunnya menja-di seorang bintang. Sejak berperan sebagai Robby di sinetron Tukang Bubur Naik Haji, parasnya kian akrab di benak pemirsa teve. Ternyata, pria yang mengaku pemalu ini mengawali karier di dunia hiburan lantaran rayuan seorang teman untuk ikut lomba modelling di Makassar.

Tak pernah terbayang bila dunia hiburan kini justru menjadi ladang saya mencari rezeki. Pasalnya, saya termasuk pemalu saat harus tampil di muka umum. Apalagi di masa sekolah dulu saya termasuk siswa yang getol memburu rangking pertama. Jadi, kerjanya belajar melulu. Saya juga sering dikirim mewakili sekolah ke berbagai lomba yang berkaitan dengjn bidang akademis. Saat kelas 1 SMU, misalnya, saya ikut Olimpiade Fisika se-Makassar dan berhasil jadi juara ketiga kategori The Most Creative Student.

Di sekolah, saya pun sibuk de­ngan berbagai kegiatan dan organisasi. Selain OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), saya juga aktif di Rohis (Rohani dan Islam), berbagai ke­giatan olahraga, dan lainnya. Nah, jika sedang ada waktu luang, saya menghabiskannya dengan membaca buku. Pokoknya benar-benar kutu buku, deh! Ha ha ha..

Namun saat menginjak kelas 3 SMU, rasa bosan mulai melanda. Saya mulai ingin melakukan kegiat­an baru. Kebetulan, salah seorang sahabat senang mengikuti berba­gai ajang modelling di Makassar, la lalu mengajak saya. Mulanya saya menolak. Saya pikir, dunia enter­tainment bukan dunia saya. Tapi, kemudian saya penasaran ingin mencoba. Hasilnya, di tahun 2007 saya berhasil menjuarai lomba model­ling dan didapuk jadi duta beberapa merek. Setahun kemudian, saya meraih juara satu Pemilihan Dara dan Daeng Makassar.

Saya juga menjadi Duta Pariwisata Kota Makassar. Pernah pula saya ikut lomba di Jakarta mewakili Makassar dan meraih gelar The Best Intelegensia. Alhamdulillah, sejak mengikuti berbagai lomba itu, rasa percaya diri saya semakin kuat dan jadi lebih luwes bicara di depan banyak orang.

Kerpincut Syuting

Ingin terus berkembang di du­nia hiburan, saya kemudian meng­ikuti ajang model di sebuah majalah remaja. Dari situ, mulai banyak tawaran akting mampir kepada saya. Salah satunya sinetron Ngaca Dong yang tayang di Trans TV. Di sine­tron itu saya beradu peran dengan Catherine Wilson. Lantaran saat itu saya masih kuliah dan bekerja di kampung halaman, jadilah saya bolak-balik Jakarta-Makassar.

Kiprah saya selanjutnya yang ke­mudian melambungkan nama saya adalah saat terlibat di film layar lebar Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Un­tuk bisa bermain di film yang kisahnya diangkat dari novel karya Habiburrahman El-Shirazy ini tentu bukan perkara mudah. Saat audisi saya harus bersaing dengan ribuan orang, beberapa di antaranya malah sudah terkenal.

Lucunya, saat pertama kali datang audisi, banyak yang tak percaya saya seorang muslim. Maklum mata saya, kan, terlihat sipit dan kulit saya putih, ha ha ha... Di luar dugaan, saya lolos audisi dan dipercaya berperan sebagai Furqon. Buat saya, tokoh ini istimewa karena mengalami gejolak emosi yang cukup besar dalam cerita film.

Hingga kini film layar lebar yang saya bintangi baru KCB (2009) dan KCB 2 (2009). Saya bersyukur bisa terlibat dalam karya yang banyak diminati masyarakat Indonesia. Se­lain layar lebar, karier saya juga merambah ke layar kaca. Setelah rampung syuting serial televisi KCB, saya membintangi sinetron Dari Sujud ke Sujud (2011) dan Tukang Bubur Naik Haji (2012).

Menjalani syuting setiap hari seolah jadi rutinitas yang sulit dilepaskan dari hidup saya kini. Saya sangat betah dan paling suka suasana di lokasi. Kalau sudah terlalu lama tidak syuting, rasanya ada yang kurang. Mungkin hati saya sudah terpincut, ya, dengan kegiatan ini.

Beruntung, orangtua mendukung seluruh kegiatan yang saya pilih. Hanya satu pesan mereka ketika saya masuk ke dunia hiburan, yakni jangan sampai saya merusak diri. Saya harus tetap menjadi diri sendiri dan jangan mau diberi pengaruh buruk oleh lingkungan.

Motivator Muda

Selama terjun ke dunia keartisan, dunia keagamaan tak pernah saya tinggalkan. Awalnya saya rajin mengisi khotbah di masjid-masjid. Lantaran saya bukan lulusan pesantren, saya menghindari memberikan khotbah yang membahas ayat-ayat Al-Quran. Biasanya saya ambil intisari dari sebuah ayat dan memadukannya dengan hadis dan ilmu.

Eh, lama-kelamaan banyak yang mengundang saya jadi motivator. Saya kemudian mengisi seminar di berbagai sekolah hingga perusahaan. Bahkan sampai ke Taiwan, Bru­nei Darussalam, dan Malaysia. Pe-serta seminar saya pun beragam, kebanyakan usianya sudah lebih tua ketimbang saya. Bukannya menyepelekan, mereka justru sangat menghormati saya.

Kebanyakan materi yang saya sampaikan juga berasal dari pengalaman pribadi. Salah satunya, saya membuat materi berjudul Mapping Life yang berisi cara memetakan diri agar kita menjadi pribadi yang le­bih berkualitas. Dan yang namanya rezeki memang tak ke mana. Seusai memberikan materi ini ke sebuah perusahaan asuransi, saya malah ditawari jadi konsultan mereka.

Dengan semangat berbagi pula, saya tuangkan pengalaman hidup saya ke dalam buku. Hingga kini, sudah ada tiga buku yang saya lahirkan. Yang pertama, Life is Miracle (2010), buah karya perdana saya de­ngan dua penulis lain, Anneke Putri dan Ahmad Faris. Buku ini memuat 45 kisah inspiratif yang dapat memotivasi seseorang untuk berbuat lebih baik dan berpikir positif.

Buku kedua, Eurade - Anda dan Setiap Manusia adalah Keajaiban (2011) merupakah hasil karya yang saya rampungkan sendiri selama dua tahun. Dalam buku ini saya meracik sains, filosofi, kaidah kehidupan, dan nilai-nilai ketuhanan. Saya tegaskan pula, setiap manusia me-miliki keajaibannya masing-masing.

Buku ketiga, Hope - Desire, Dre­am, and Destiny (2012), saya luncurkan tahun lalu. Rencananya, setiap tahun saya memang ingin menelurkan satu buku. Mudah-mudahan karya yang lain segera menyusul.

(NOVA, 1318, 27 Mei-2 Juni 2013)